Tujuan manusia diterangkan oleh Poespoprodjo (1986), dalam bukunya Filsafat Moral bahwa tujuan manusia adalah melakukan perbuatan baik. Hal ini sejalan dengan pernyataan Aristoteles bahwa semua aktivitas manusia menuju lebih baik sedangkan yang “baik” dirumuskan sebagai sesuatu menjadi arah semua hal, sesuatu yang dikejar dan sesuatu yang dituju. Definisi tujuan adalah sesuatu yang untuknya dilakukan suatu pekerjaan.
Manusia akan merasa hampa bila keinginan, harapan, hasrat dan selera tidak terpenuhi dan terpuaskan. Objek tersebut yang menjadi tujuan. Setiap tujuan adalah baik, tetapi manusia tidak boleh hanya mengejar tujuan semu, melainkan harus tujuan yang tertinggi, yakni sesuatu memberi arti bagi kehidupan manusia. Seseorang yang telah mencapai/terpenuhi keinginannya dengan sesuatu yang baik disebut kebahagiaan. Kebahagiaan yang sempurna dapat dicapai, yang menurut Poespoprodjo (1986), dengan jalan mengambil postulat dalam filsafat moral tentang eksistensi Tuhan dan keabadian jiwa, yakni bahwa kebahagian sempurna adalah keinginan kodrat manusia yang sangat mungkin untuk dicapai.
Alasan yang dikemukan, masih dalam pandangan Poespoprodjo (1986), bahwa manusia mempunyai keinginan pada kebahagiaan sempurna, ini adalah keinginan yang terbit dari kodrat kemanusiaan yang ditanamkan oleh Tuhan, dan dia tidak bermaksud pada suatu keinginan kodrat untuk kegagalan, dan pemenuhan atas kebahagiaan itulah tujuan akhir manusia.
Segala potensi manusia adalah sebagai alat untuk melakukan aktivitas-aktivitas dan mencapai tujuan hidupnya. Manusia selain memiliki semua hal yang dimiliki oleh benda-benda tersebut diatas, mereka masih dilengkapi dengan akal yang tidak dimiliki oleh makhluk lain. Keberadaan akal bagi manusia adalah karunia dri Allah SWT yang penggunaannya harus sesuai dengan ketentuan dari sang pemberinya. Tentang akal ini, Descrates bahkan menyatakan Go gito ergo sum, yang artinya saya berfikir maka saya ada.
Dengan adanya akal ini maka manusia memilki keistimewaan dibanginkan dengan makhluk yang lain. Kesitimewaan tersebut antara lain teleh dikemukakan oleh Driyarkara sebagaimana disebutkan dalam bukunya Filsafat Manusia sebagai berikut:
- Karena akalnya ia mempunyai keinsyafan dan kesadaran, yakni kesadaran akan adanya dan keberadaannya berbeda dengan makhkuk lain, dimana ia bisa membedakan yang baik dan yang buruk, yang manfaat dan yang mafsadah, yang indah dan yang tak indah;
- Ia menyadari keberadaannya dialam ini dan menghadapinya sehingga ia dapat berbuat untuk dirinya dan alam, bahkan dapat merusak dan mempengaruhinya;
- Ia bisa berdiri sebagai subjek, dengan pendirian, sikap yang terumuskan dan dimengerti olehnya, ia bisa menganalisa pendiriannya dan mengubah-ubahnya. Terhadap selain dirinya, ia bisa melihatnya sebagai sesuatu yang obyektif real. Sikap obyektivitas, dimana ia melihat realitas diluar dirinya sebagai realitas tersendiri;
- Kemampuan mengubah dan mengambil sikap menunjukkan adanya kemerdekaan dan pengertian, bahwa yang diganti itu tidak lebih baik jadi harus diubah. Bisa mengganti berarti bisa memilih dan tidak terikat dengan suatu cara tertentu.
- Manusia memiliki menyadari dunia moral, sehingga ia dapat mengatur nafsunya dan menyadari kewajiban hidupnya. Ia akan merasa bersalah jika tidak dapat memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya.
- Ia adalah makhluk yang memiliki kesadaran waktu, karenanya ia insaf akan adanya masa depan dan bersiap menghadapinya. Ia juga sadar akan masa lampaunya dan masa lalu umat manusia seluruhnya. Ketidakpuasan pada masa sekarang akan membuat manusia berjuang mencapai cita-citanya dimasa depan. Dengan menyadari akan adanya waktu akan memberi kesadaran akan kefana’annya.
Dari ketujuh criteria, A. Hanafi (1979) menambahkan satu lagi dalam bukunya Filsafat Islam, yakni:
1. Ia dapat menampung segala peristiwa yang telah dialami. Peristiwa-peristiwa kejiwaan terdapat koordinasi dan keserasian yang mengesankan adanya satu kekuatan yang menguasai dan mengaturnya. Manusia gembira dan sedih, cinta dan benci, meniadakan dan menetapan, menganalisa dan mengatur pikiran. Hal-hal tersebut keluar dari pribadi yang satu dari kekuatan yang dapat menggabungkan antar peristiwa-peristiwa yang berlawanan.
2. Jiwa manusia berasal dari alam ketuhanan, maka ia dapat berhubungan dan berkomunikasi dengan Tuhan melalui wahyu, mimpi ataupun cara yang lain.
Manusia terdiri dari jasad dan roh, yang membentuk senyawa sehingga terwujud proses dan mekanisme hidup. Proses alamiah terwujudnya manusia dimulai dari bertemunya sperma dan ovum dalam rahim sebagai fase pembuahan yang meningkat menjadi zygot, berlanjut menjadi embrio dan akhirnya menjadi bayi. Pada fase dalam rahim inilah roh dimasukkan kedalam tubuh embrio (bakal bayi).
Keberadaan manusia didunia ini tidak dengan sendirinya, ia diciptakan oleh Allah, dan keberadaannya di dunia inipun dilengkapi dengan segala sesuatu yang menjadi kebutuhannya. Oleh Karena itu manusia membutuhkan Dzat yang menciptakannya, yaitu Allah SWT. Dengan demikian kedudukannya adalah sebagai makhluk dengan segala ketentuannya.
Dalam Al-Qur’an manusia menempati kedudukan yang istimewa dalam alam semesta ini untuk menguasainya atau mengusahakan kebutuhannya, manusia dianugrahi oleh Allah Kesempurnaan sebagai khalifah dimuka bumi. Dengan itu manusia dapat melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi dan beribadah kepada Allah SWT. Karena kebutuhan hidup itu harus diusahakan, maka berbagai sarana dan prasarana yang mengacu kepada terpenuhinya kebutuhan itu harus diusahakan pula.
Kelengkapan akal pada manusia membedakan dirinya dengan makhluk yang lain, meskipun dalam fase hidupnya sangat mirip dengan hewan. Itu sebebnya manusia disebut sebagai “hewan yang berfikir” dengan akal manusia menentukan jalan hidupnya, perilaku dan kreativitas yang selaras antara jasmani dan rohani, fisik-psikis, materi-immateri, termasuk juga keberadaannya sebagai makhluk ciptaan Tuhan, anggota masyarakat maupun sebagai pribadi. Itu sebabnya keberadaan manusia berstatusadalah sebagai makhluk Tuhan, makhluk individu, mahkluk sosial dan makhluk posesif.
Selain akal, tujuan adalah hal yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Kesadaran akan keberadaannya sebagai makhluk ciptaan Allah, maka semua potensi diri dan fasilitas di dunia ini dipergunakan sebagai sarana mencapai tujuan hidupnya yang hakiki yaitu mengharapkan ridha Allah atas segala amal perbuatannya baik saat mendapatkan karunia/kenikmatan maupun saat mendapat musibah.
Alasan yang bisa dikemukan, masih dalam pandangan Poespoprodjo (1986), bahwa manusia memiliki keinginan pada kebahagian sempurna, ini adalah keinginan yang terbit dari kodrat kemanusiaan yang ditanamkan oleh Tuhan, dan Dia tidak bermaksud pada suatu keinginan kodrat untuk kegagalan, dan pemenuhan atas kebahagiaan itulah tujuan akhir manusia.
Segala potensi manusia adalah sebagai alat untuk melakukan aktivitas-aktivitas dan mencapai tujuan hidupnya. Tujuan hidup tersebut mestinya disertai dengan program yang terinci sehingga akan tepat pada sasaran tujuan. Program hidup manusia ini tidak didasarkan atas kehendak manusia sendiri, tetapi kehendak atas penciptaannya, yang dalam islam program itu adalah syari’ah yang menerangkan tentang haq dan yang batil, tentang yang menjadi kewajiban dan larangan dalam kehidupan manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar