Sabtu, 17 September 2011

perubahan kurikulum

       Pengertian Kurikulum
Istilah Kurikulum pertama kali muncul dalam kamus Webster pada tahun 1856. Dalam bahasa latin currerre. Currerre berarti “lapangan pertandingan” (race course) yaitu arena tempat peserta didik berlari untuk mencapai finish, Baru pada tahun 1955 istilah kurikulum dipakai dalam bidamg pendidikan. Bila ditelusuri ternyata kurikulum mempunyai berbagai macam arti, yaitu:
1.      Kurikulum diartikan sebagai rencana pelajaran.
2.      Pengalaman belajar yang diperoleh murid dari sekolah.
3.      Rencana belajar murid.
Beberapa defenisi Kurikulum menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :
1.      J. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam buku Curriculum Planningfor Better Teaching and Learning (1956) menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut. "The Curriculum is the sum total of school's efforts to influencelearning, whether in the clasroom, on the playground, or out of school." Jadi segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman sekolah atau di luar sekolah termasuk kurikulum. Kurikulum meliputi juga apa yang disebut kegiatan ekstra-kurikuler.
2.      Harold B. Albertycs. dalam Reorganizing the High-School Curriculum (1965) memandang kurikulum sebagai "all of the activities that are provided for students by the school". Seperti halnya dengan definisi Saylor dan Alexander, kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran, akan tetapi juga meliputi kegiatan-kegiatan lain, di dalam dan luar kelas, yang berada di bawah tanggungjawab sekolah. Definisi melihat manfaat kegiatan dan pengalaman siswa di luar mata pelajaran tradisional.
3.      B. Othanel Smith, W.O. Stanley, dan J. Harlan Shores memandang kurikulum sebagai "a sequence of potential experiences set up in the school for thepurpose of disciplining children and youth in group ways of thinking andacting". Mereka melihat kurikulum sebagai sejumlah pengalaman yang secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda, agar mereka dapat berpikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya.
4.      William B. Ragan, dalam buku Modern Elementary Curriculum (1966)menjelaskan arti kurikulum sebagai berikut:
"The tendency in recent decadeshas ben to use the term in a broader sense to refer to the whole life andprogram of the school. The term is used ... to include all the experiences of children for which the school accepts responsibility. It denotes the results of efferorts on the part of the adults of the community, and the nation to bring tothe children the finest, most whole some influences that exist in the culture."
Ragan mengunakan kurikulum dalam arti yang luas, yang meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala pengalaman anak di bawah tanggungjawab sekolah. Kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran tetapi meliputi seluruh kehidupan dalam kelas. Jadi hubungan sosial antara guru dan murid, metode mengajar, cara mengevaluasi termasuk kurikulum.
5.      J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller dalam buku Secondary Schoollmprovemant (1973) juga menganut definisi kurikulum yang luas. Menurut mereka dalam kurikulum juga termasuk metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi dan hal-hal struktural mengenai waktu, jumlah ruangan serta kemungkinan memilih mata pelajaran. Ketiga aspek pokok, program, manusia dan fasilitas sangat erat hubungannya, sehingga tak mungkin diadakan perbaikan kalau tidak diperhatikan ketiga-tiganya.
6.      Hilda Taba dalam bukunya “Curriculum Development, Theory and Practive”, mengartikan kurikulum sebagai “a plan for learning”, yakni sesuatu yang direncanakan untuk dipelajari oleh anak-anak. Apa yang harus dilakukan anak dalam belajar haruslah direncanakan dengan baik.
Sebagai akhir dan uraian tentang kurikulum dan realisasi kurikulum berdasarkan rumusan secara yuridis berdasarkan  UU No.2 tahun 1989 kurikulum yaitu seperangkat rencana dan peraturan, mengenai isi dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan dalam menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar.
Banyak pendapat mengenai definis kurikulum, namun inti kurikulum sebenarnya adalah pengalaman belajar yang banyak kaitannya dengan melakukan berbagai kegiatan, interaksi sosial, di lingkungan sekolah, proses kerja sama dengan kelompok, bahkan interaksi dengan lingkungan fisik seperti gedung sekolah dan ruang sekolah. Dengan demikian pengalaman itu bukan sekedar mempelajari mata pelajaran, tetapi yang terpenting adalah pengalaman kehidupan.

2.2.       Perubahan Kurikulum
Mengenai makna perubahan kurikulum, bila kita bicara tentang perubahan kurikulum, kita dapat bertanya dalam arti apa kurikulum digunakan. Kurikulum dapat dipandang sebagai buku atau dokumen yang dijadikan guru sebagai pegangan dalam proses belajar mengajar. Kurikulum dapat juga dilihat sebagai produk yaitu apa yang diharapkan dapat dicapai siswa dan sebagai proses untuk mencapainya, keduanya saling berkaitan. Kurikulum dapat juga diartikan sebagai sesuatu yang hidup dan berlaku selama jangka waktu tertentu dan perlu di revisi secara berkala agar tetap relevan dengan perkembangan zaman.
Selanjutnya kurikulum dapat ditafsirkan sebagai apa yang dalam kenyataan terjadi dengan murid didalam kelas. Kurikulum dalam arti ini tak mungkin direncanakan sepenuhnya betapapun rincinya dirrencanakan, karena dalam interaksi dalam kelas selalu timbul hal-hal yang spontan dan kreatif yang tak dapat diramalkan sebelumnya. Dalam hal ini guru lebih besar kesempatannya menjadi pengembang kurikulum dalam kelasnya. Akhirnya kurikulum dapat dipandang sebagai cetusan jiwa pendidik yang berusaha untuk mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang tertinggi dalam kelakuan anak didiknya. Kurikulum ini sangat erat hubungannya dengan kepribadian guru.
Kurikulum yang formal mengubah pedoman kurikulum, relatif lebih terbatas dari pada kurikulum yang riil. Kurikulum yang riil bukan sekedar buku pedoman, melainkan segala sesuatu yang dialami anak dalam kelas, ruang olahraga, warung sekolah, tempat bermain, karya wisata, dan banyak kegiatan lainnya, pendek kata mengenai seluruh kehidupan anak sepanjang bersekolah. Mengubah kurikulum dalam arti yang luas ini jauh lebih luas dan dengan demikian lebih pelik, sebab menyangkut banyak variabel. Perubahan kurikulum disini berarti mengubah semua yang terlibat didalamnya, yaitu guru sendiri, murid, kepala sekolah, pemilik sekolah juga orang tua dan masyarakat umumnya yang berkepentingan dalam pendidikan sekolah. Dalam hal ini dikatakan, bahwa perubahan kurikulum adalah perubahan sosial (curriculum change is social change). Perubahan kurikulum didasari pada kesadaran bahwa perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni dan budaya. Perubahan secara terus menerus ini menuntut perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional, termasuk penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perubahan.
Perubahan kurikulum yang terjadi di indonesia dewasa ini salah satu diantaranya adalah karena ilmu pengetahuan itu sendiri selalu tidak tetap. Selain itu, perubahan tersebut juga dinilainya dipengaruhi oleh kebutuhan manusia yang selalu berubah juga pengaruh dari luar, dimana secara menyeluruh kurikulum itu tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh ekonomi, politik, dan kebudayaan. Sehingga dengan adanya perubahan kurikulum itu, pada gilirannya berdampak pada kemajuan bangsa dan negara. Kurikulum pendidikan harus berubah tapi diiringi juga dengan perubahan dari seluruh masyarakat pendidikan di Indonesia yang harus mengikuti perubahan tersebut, karena kurikulum itu bersifat dinamis bukan stasis, kalau kurikulum bersifat statis maka itulah yang merupakan kurikulum yang tidak baik. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mencoba membahas permasalahan yang dihadapi dalam mencari alternatif jawaban ataupun solusi yang bisa dipecahkan bersama sehingga dapat terwujud pemahaman mengenai perubahan kurikulum.
            Menurut para ahli sosiologi, perubahan terjadi dalam tiga fase, yakni
1.      Fase Faseinisiasi, yaitu taraf permulaan ide perubahan itu dilancarkan, dengan menjelaskan sifatnya, tujuan, dan luas perubahan yang ingin dicapai.
2.      Fase Legitimasi, saatnya orang menerima ide itu dan
3.      Fase Kongruensi, saat orang mengadopsinya, menyamakan pendapat sehingga selaras dengan pikiran para pencetus.
Sehingga tidak terdapat perbedaan nilai lagi antara penerima dan pencetus perubahan. Perubahan akan lebih berhasil, bila dari pihak guru dirasakan kekurangan dalam keadaan, sehingga timbul hasrat untuk memperbaikinya demi kepentingan bersama. Akan tetapi karena prosedur ini makan waktu dan tenaga yang banyak, dan selain itu diinginkan perubahan yang uniform di semua sekolah, maka sering dijalankan cara otoriter, indoktrinatif, tanpa mengakui kemampuan guru untuk berpikir sendiri dan hanya diharuskan menerima saja.
Perubahan kurikulum tak akan dapat dilaksanakan tanpa perubahan pada guru sendiri. Setiap perubahan akan dapat mengganggu ketenteramannya. Guru cenderung bersifat konservatif, sebab tugasnya terutama untuk melestarikan kebudayaan dengan menyampaikannya kepada generasi muda. Namun apabila ia merasa ketidakpuasan dengan keadaan, maka ia mencari cara baru untuk mengatasi kekurangan yang dirasakannya pada dirinya dan dalam situasi pendidikan. Bila ia memperoleh informasi melalui ceramah atau bacaan, maka ia dapat memperoleh pandangan baru tentang pendidikan.

2.2.1.     Jenis-Jenis Perubahan
Menurut Soetopo dan Soemanto (1991:39-40), Perubahan kurikulum dapat bersifat sebagian-sebagian, tapi dapat pula bersifat menyeluruh.
1)        Perubahan Sebagian-sebagian.
Perubahan yang terjadi hanya pada komponen (unsur) tentu saja dari kurikulum kita sebut perubahan yang sebagian-sebagian. Perubahan dalam metode mengajar saja, perubahan dalam itu saja, atau perubahan dalam sistem penilaian saja, adalah merupakan contoh dari perubahan sebagian-sebagian.
Dalam perubahan sebagian-sebagian ini, dapat terjadi bahwa perubahan yang berlangsung pada komponen tertentu sama sekali tidak berpengaruh terhadap komponen yang lain. Sebagai contoh, penambahan satu atau lebih bidang studi kedalam suatu kurikulum dapat saja terjadi tanpa membawa perubahan dalam cara (metode) mengajar atau sistem penilaian dalam kurikulum tersebut.
2)        Perubahan Menyeluruh.
Disamping secara sebagian-sebagian, perubahan suatu kurikulum dapat saja terjadi secara menyeluruh, artinya keseluruhan sistem dari kurikulum tersebut mengalami perubahan mana tergambar baik didalam tujuannya, isinya organisasi dan strategi dan pelaksanaannya. Perubahan dari kurikulum 1968 menjadi kurikulum 1975 dan 1976 lebih merupakan perubahan kurikulum secara menyeluruh. Demikian pula kegiatan pengembangan kurikulum sekolah pembangunan mencerminkan pula usaha perubahan kurikulum yang bersifat menyeluruh. Kurikulum 1975 dan 1976 misalnya; pengembangan, tujuan, isi, organisasi dan strategi pelaksanaan yang baru dan dalam banyak hal berbeda dari kurikulum sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar